Senin, 29 Agustus 2022

MODUL SAKU PERJANJIAN KERJA


ar

KATA PENGANTAR

 

Assalamu’alaikum Wr, Wb.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penyusun panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan modul perjanjian kerja ini.

 Perjanjian kerja merupakan surat perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang didalamnya memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban dari pekerja dan pemberi kerja. Perjanjian kerja merupakan aspek utama yang harus dibuat bagi pemberi kerja untuk mempekerjakan seorang pekerja. Dalam hal ini kedua belah pihak harus saling memahami apa saja isi-isi yang terkandung dalam perjanjian kerja tersebut agar proses keberlangsungan pekerjaan yang diberikan dan dilakukan berjalan dengan ekspektasi yang ditetapkan. Di samping itu semua, kontrak kerja juga memang sangat bermanfaat untuk karyawan dan juga pemberi kerja atau perusahaan. Pasalnya, kontrak tidak hanya menawarkan perlindungan bagi kedua belah pihak, tetapi juga sebagai medium untuk mendokumentasikan semua proses dan harapan ketenagakerjaan. Artinya, ketika membutuhkan informasi tertentu yang berkaitan dengan pekerjaan, kamu bisa menjadikan kontrak kerja sebagai referensi untuk mengklarifikasi informasi tersebut.

Dikarenakan pentingnya perjanjian kerja maka penulis membuat modul saku perjanjian kerja ini untuk memberikan informasi baik kepada pemberi kerja maupun pekerja tentang syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam perjanjian kerja untuk membantu penyusunan perjanjian kerja dan meminimalisir terjadinya perselisihan yang berkaitan dengan perjanjian kerja di waktu mendatang. Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang terkait dalam pembuatan buku saku ini. Penulis berharap buku saku ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan kepada pemberi kerja dan pekerja pada khususnya.

Wassalamualaikum Wr, Wb.

 

 

 

 

Penulis

 

 

 

Fernanda Yogaswara T.W. S.Psi.

Analis Tenaga Kerja

Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Ponorogo

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Dalam hubungan industrial tentunya ada hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja. Hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha dengan dengan pekerja berdasarkan Perjanjian Kerja. Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja ini merupakan suatu ikatan yang harus dipenuhi oleh pekerja/buruh dan perusahaan tempatnya bekerja.

Pemberi kerja wajib mengetahui perbedaan antara perjanjian kerja yang seharusnya tertera pada PKWT dan PKWTT. Sedangkan para pekerja wajib mengetahui hak dan kewajibannya sebagai pekerja, yang juga tertuang di dalam surat perjanjian. Surat perjanjian inilah yang kemudian akan dijadikan sebagai acuan dalam proses masa kerja.

Selain perjanjian kerja, demi memelihara hubungan kerja yang baik dan harmonis antara pengusaha dan karyawan, dalam usaha bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelansungan usaha perusahaan. Sebuah perusahaan juga membutuhkan peraturan perusahaan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat ketentuan tentang syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Peraturan Perusahaan dibuat untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun karyawan yang berisikan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Kemudian dalam hubungan ketenagakerjaan juga dikenal istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh; atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha; atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha; yang memuat syarat-syarat kerja, serta hak dan kewajiban kedua belah pihak. PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketiga hal tersebut penting untuk dipahami bagi setiap pihak terutama yang terkait dalam hubungan industrial agar tercipta hubungan kerja yang baik dan sehat.

B.      Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan pembuatan modul ini yaitu sebagai pedoman dan panduan kepada pemberi kerja dan pekerjanya dalam pembuatan perjanjian kerja.

C.       Landasan Hukum

1.       UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

2.       UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

3.       PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

4.       KEPMEN No 100 tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

5.       PERMEN No 28 tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama

6.       PP No 34 Tahun 2021 tentang penggunaan tenaga kerja asing

7.       UU No 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

D.      Ruang Lingkup

Ruang lingkup batasan pembahasan dalam modul ini yaitu Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan Menteri, dan keputusan Menteri yang berkaitan dengan perjanjian kerja.

E.       Definisi Konsep

1.       Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak

2.       Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain

3.       Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

4.       Pengusaha adalah:

a.       orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

b.       orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c.       orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

5.       Perusahaan adalah:

a.       setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b.       usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain

6.       Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

7.       Perjanjian kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

8.       Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

9.       Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.

10.    Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Perjanjian Kerja

Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

APA SAJA ISI PERJANJIAN KERJA?

Menurut pasal 54 UU 13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:

1.     Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha 

2.     Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh

3.     Jabatan atau jenis pekerjaan

4.     Tempat pekerjaan

5.     Besarnya upah dan cara pembayarannya

6.     Syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh

7.     Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja

8.     Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

9.     Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

APA SAJA SYARAT PERJANJIAN KERJA HINGGA DIANGGAP SAH?

Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah atau tidak maka wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

1.     Kesepakatan kedua belah pihak

2.     Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

3.     Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

4.     Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

APA SAJA JENIS PERJANJIAN KERJA MENURUT BENTUKNYA?

1. Lisan/ Tidak tertulis

Meskipun perjanjian kerja dibuat secara tidak tertulis, namun perjanjian kerja jenis ini tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi perjanjian kerja tersebut.

Tentu saja perjanjian kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa isi perjanjian kerja yang disepakati namun tidak dilaksanakan oleh pengusaha, tidak dapat dibuktikan adanya pelanggaran terhadap kesepakatan karena tidak pernah dituangkan secara tertulis. Hal ini tentu sangat merugikan pekerja.

2. Tertulis

Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi pekerja apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan pekerja. Dalam hal perjanjian kerja dibuat tertulis, maka dibuat dalam 2 rangkap yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing untuk pegangan pekerja dan pengusaha (Pasal 54 ayat (3) UU 13/2003).

APA SAJA JENIS PERJANJIAN KERJA MENURUT WAKTU BERAKHIRNYA?

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian kerja. Pekerjanya sering disebut sebagai pekerja kontrak. 

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan hubungan Kerja yang bersifat tetap. Hubungan kerja yang bersifat tetap ini, tidak ada batasan waktu (bisa sampai usia pensiun atau bila pekerja meninggal dunia). Pekerjanya sering disebut sebagai pekerja tetap. 

APA PERBEDAAN DARI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT) ?

Perbedaan antara perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dapat dijelaskan dalam tabel perbandingan berikut ini: 

PKWT

PKWTT

Para Pihak

Pekerja dan Pengusaha Pemberi Kerja

 

Para Pihak

Pekerja dan Pengusaha Pemberi Kerja

Hubungan dan Masa Kerja

Hubungan kerja pekerja PKWT didasarkan dalam jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. 

Masa Kerja PKWT serta perpanjangannya paling lama 5 (lima) tahun

Hubungan dan Masa Kerja

Hubungan kerja pekerja PKWTT bersifat tetap. 

Masa Kerja pekerja PKWTT, tidak ada batasan waktu (bisa sampai pekerja mencapai usia pensiun atau meninggal dunia).

Bentuk Perjanjian Kerja

PKWT dapat dibuat secara tertulis atau lisan.

Bentuk Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Meski demikian untuk PKWTT yang dibuat secara lisan terdapat ketentuan wajib bagi pengusaha yakni untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 ayat (1) UU 13/2003)

Jenis Pekerjaan

Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu 

Jenis Pekerjaan

Dapat diadakan untuk segala jenis pekerjaan

Masa Percobaan Kerja 

Tidak ada masa percobaan kerja

Masa Percobaan Kerja

Diperkenankan ada masa percobaan kerja selama 3 bulan dan persyaratan tersebut harus dicantumkan dalam perjanjian kerja atau diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan apabila perjanjian kerja dibuat secara lisan.

Kompensasi PHK

Pekerja PKWT yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus-menerus berhak atas uang kompensasi saat berakhirnya hubungan kerja.

Kompensasi PHK

Pekerja dengan status PKWTT berhak untuk mendapatkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) yang besarannya berbeda-beda tergantung pada masa kerja dan alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja.

 

Tabel 1 perbandingan PKWT dan PKWTT

apa saja jenis pekerjaan yang bisa dilakukan dengan pkwt ?

1.       Pekerjaan yang sekali selesai atau bersifat sementara

Pkwt yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dibuat paling lama 3 (tiga) tahun. Apabila pekerjaan selesai lebih cepat dari waktu yang ditentukan maka perjanjian tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. Apabila selama waktu yang ditentukan pekerjaan belum selesai maka pkwt dapat diperbarui setelah melebihi masa teggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja

2.       Pekerjaan yang bersifat musiman

Pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musin atau cuaca dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.

3.       Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru

Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Jenis pekerjaan ini dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat dilakukan pembaharuan.

4.       Perjanjian kerja harian atau lepas

Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT.

APAKAH PERJANJIAN KERJA HARUS DICATATKAN PADA INSTANSI PEMERINTAH ?

Berdasarkan keputusan Menteri no 100 tahun 2004 tentang ketentuan pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu bahwa PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.

APAKAH PKWT DAPAT BERUBAH MENJADI PKWTT ?

PKWT dapat berubah menjadi PKWTT apabila :

1.       PKWT yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin berubah sejak adanya hubungan kerja

2.       Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan yaitu tidak dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu dan tidak diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan berubah sejak adanya hubungan kerja

3.       Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaa yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan pasal 8 ayat 2 dan 3 kepmen no 100 tahun 2004, maka PKWT berubah sejak dilakukan penyimpangan

4.       Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan sesuai pasa; 3 kepmen no 100 tahun 2004 maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut.

APAKAH ADA ATURAN HUKUM MENGENAI PENAHANAN SURAT-SURAT BERHARGA MILIK PEKERJA SETELAH PENANDATANGANAN PERJANJIAN KERJA?

Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, yakni UU 13/2003 maupun yang terbaru yakni Cipta  UU Kerja  11/2020 maupun peraturan pelaksana turunannya tidak mengatur boleh-tidaknya perusahaan menahan surat-surat berharga milik pekerja, seperti misalnya ijazah. Mengenai hal ini dikembalikan kepada prinsip perikatan/perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata mengatur bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, maka secara hukum para pihak wajib memenuhi isi perjanjian yang telah disepakati. Bila penahanan ijazah pekerja oleh perusahaan sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka tindakan ini tidak dilarang. Namun demikian kami sarankan pekerja sebelum membuat kesepakatan mempertanyakan tujuan penahanan, hingga sampai kapan ijazah tersebut akan ditahan, bagaimana bila kemudian hari pekerja memerlukan, dan penting untuk meminta tanda bukti penyerahan ijazah tersebut. 

Apabila ijazah Anda tetap ditahan dan tidak dikembalikan setelah Anda berhenti bekerja, Anda dapat mengupayakan cara-cara kekeluargaan terlebih dahulu. Misalnya, dengan mendatangi perusahaan tersebut untuk meminta kembali ijazah Anda. Namun, apabila memang pihak perusahaan tidak mau mengembalikan ijazah Anda, Anda dapat menggugat perusahaan tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan. 

BAGAIMANA STATUS HUBUNGAN KERJA BAGI PEKERJA YANG TIDAK MEMILIKI PERJANJIAN KERJA SECARA TERTULIS?

Status hubungan kerja bagi pekerja yang tidak memiliki perjanjian kerja secara tertulis juga dapat dikatakan “SAH” apabila hal-hal yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja lisan tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak (pekerja dan pengusaha). Perjanjian Kerja yang terjadi secara lisan  dikatakan “SAH”, selama memenuhi syarat sahnya perikatan/perjanjian sebagai berikut:

 

1.     Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.

2.     Adanya Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

3.     Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

4.     Pekerjaan yang di perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAGAIMANAKAH BILA TIDAK ADA PERJANJIAN KERJA YANG TERTULIS ANTARA PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN DIKARENAKAN PERUSAHAAN MASIH BARU BEROPERASI?

Pasal 51 ayat (1) UU 13/2003 dan pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) menyebut perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan baik untuk perjanjian kerja waktu tertentu ataupun waktu tidak tertentu. Meski demikian untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang dibuat secara lisan terdapat ketentuan wajib bagi pengusaha yakni untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 ayat (1) UU 13/2003). Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:

1.     Nama dan alamat pekerja/buruh,

2.     Tanggal mulai bekerja, 

3.     Jenis pekerjaan, dan

4.     Besarnya upah.

APA YANG HARUS DILAKUKAN PEKERJA APABILA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN PERJANJIAN KERJA TERTULIS?

Sejak adanya perubahan dalam aturan yang menyebut perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan, memang tidak ada kewajiban pengusaha untuk memberikan perjanjian kerja secara tertulis. Namun demi kepastian hukum akan ditaatinya perjanjian kerja baik oleh pekerja maupun pengusaha, maka pekerja dapat mengingatkan dan meminta perjanjian kerja dibuat secara tertulis. Harus dipahami kembali bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Artinya kepastian hukum bukan hanya kepentingan pekerja tetapi juga pengusaha.

APABILA TERJADI PERSELISIHAN ATAU PEKERJA TIDAK MENDAPATKAN HAK YANG DIPERJANJIKAN DALAM PERJANJIAN KERJA, BAGAIMANA CARA PEKERJA MEMPERJUANGKAN HAKNYA?

Apabila hak yang diperjanjikan tersebut adalah hak normatif atau hak yang timbul dari Undang-undang misalnya:

1.     pembayaran upah lebih rendah dari upah minimum setempat,

2.     THR,

3.     hak cuti haid,

4.     melahirkan,

5.     dsb,

Pekerja dapat melakukan pengaduan ke bidang pengawasan ketenagakerjaan yang ada di Kantor Ketenagakerjaan di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.

Apabila ingin diperselisihkan, maka harus menempuh mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 2 tahun 2004.  PPHI mengenai salah satu jenis perselisihan yakni perselisihan mengenai hak atau perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (pasal 1 angka 2 UU 2/2004).

BAGAIMANA HUKUMNYA JIKA PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DIBUAT DALAM BAHASA INGGRIS DAN PARA PIHAK YANG BERTANDA TANGAN ADALAH ORANG ASING?

Pasal 57 UU No. 13/2003 pasca perubahan dengan UU Cipta Kerja menyebut perjanjian kerja dibuat secara tertulis harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa asing harus dicantumkan pula terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku adalah perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Lebih lanjut mengenai siapa yang dapat bertanda tangan mewakili perusahaan dalam perjanjian kerja, pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (PP 34/2021) menyebut Tenaga Kerja Asing (TKA) dilarang dipekerjakan pada jabatan yang mengurusi personalia. PP 34/2021 menyebut jabatan Direktur Utama merupakan salah satu jabatan diperbolehkan untuk diisi oleh TKA tetapi jabatan Direktur Personalia merupakan salah satu jabatan yang dilarang untuk diisi oleh TKA. Itu artinya yang dapat bertanda tangan mewakili perusahaan dalam perjanjian kerja haruslah WNI selaku direktur personalia. 

 

BAB III

PENUTUP

 

Demikian modul pedoman pembuatan perjanjian kerja ini dibuat, sebagai bentuk upaya peningkatan informasi kepada pemberi kerja dan pekerja tentang pentingnya perjanjian kerja. Melalui modul ini diharapkan proses pembuatan sampai proses pencatatan perjanjian kerja dapat dibuat dengan baik dan benar sesuai ketentuan undang-undang.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan modul ini sehingga saran dan masukan sangat diharapkan sebagai bahan perbaikan selanjutnya. Semoga pembuatan modul ini bisa memberikan manfaat pada bidang ketenagakerjaan di kabupaten ponorogo.

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

CONTOH BENTUK PERJANJIAN KERJA